Diskusi Buku: Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orba
![](http://photos1.blogger.com/blogger/1422/3412/200/Cendekiawan%20dan%20Kekuasaa.jpg)
DISKUSI BUKU:
“CENDEKIAWAN DAN KEKUASAAN DALAM NEGARA ORDE BARU”
PRESENTER:
1. FADLI HS
2. AMSAR A. DULMANAN
WAKTU: JUMAT, 24 AGUSTUS 2006, PUKUL 15.30 WIB
TEMPAT: GEDUNG PBNU LT. 5.
Judul Buku : Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru
Penulis : Daniel Dhakidae
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003
Tebal : xxxviii + 790 halaman
Position Paper:
Siapakah kaum cendekiawan itu? Bagaimanakah peran kaum intelektual ini dalam negara Orde Baru, dan geliat mereka dalam cengkeraman rezim neo-fasisme Orba? Pertanyaan-pertanyaan ini secara subtil akan menjadi bahasan utama buku “Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru” yang akan kita diskusikan minggu ini. Buku ini ditulis oleh Daniel Dakhidae, seorang doktor lulusan
Daniel Dakhidae tidak menyuguhkan kajian mengenai cendekiawan
Pada titik ini pula sesungguhnya pandangan Julien Benda mengenai kaum intelektual dalam karyanya Pengkhianatan Kaum Intelektual terasa sudah usang. Karena, bagi Benda dan kaum Bendais seolah-olah ruang kaum cendekiawan dan intelektual hanya berada di awang-awang, di dalam dunia idea, yang tidak boleh bersimbah peluh dengan realitas perkembangan ekonomi dan politik. Kenyataannya intelektual dan cendekiawan
Kaum cendekiawan ini justeru ter(di)libat(
Buku ini memperlihatkan bagaimana respon cendekiawan terhadap proses totalisasi kekuasaan, negara dan modal, yang dilakukan rezim neo-fasis Orba dalam rangka upanyanya untuk membangun formasi wacana dominan. Di antara mereka adalah “intelektual tukang” yang menghamba secara total kepada kekuasaan; ada intelektual subversif di dalam sistem yang berpikiran positif dan bergabung dalam rezim; dan ketiga perlawanan total dari luar sistem oleh “tukang intelektual” yang yakin mereka harus berperan maksimal untuk membela nilai-nilai keadilan dan kebenaran tanpa pamrih.
Dalam uraian buku ini disebutkan mereka yang selama ini membudak kepada kekuasaan adalah: dunia penelitian, organisasi kecendekiaan, seperti ISEI, Ikatan Sarjana Ekonomi
Sementara itu ada juga beberapa kelompok perlawanan, meski perlahan-lahan terkulai lemas akibat tekanan dan pemadakan perlawanan tersebut. Mereka diantaranya adalah kelompok diskusi di luar kampus, aktivis NGO dan NGI, non-governmental intellectuals, pemikir-pemikir muda dari Nahdlatul Ulama (NU), Wiji Thukul, Sandyawan, Budiman Sudjatmiko, Marsinah, dan Udin. Pada umumnya mereka yang disebut belakangan ini dihadapi sebagai "Cendekiawan Kiri".
Kajian yang disajikan buku ini sangat menarik, karena persis Dakhidae hendak meletakkan posisi dan peran kaum cendekiawan dalam relasinya dengan dialektika segitiga: modal, kekuasaan dan kebudayaan. Dimana kekuasaan rezim Orde Baru juga bergerak dalam ruang segitiga yang sama.
Paparan tentang proses hegemoni dan resistensi dijelaskan secara detil di sini. Karena di dalam setiap hegemoni selalu ada resistensi (khas Foucaultian), Dakhidae melihat bahwa relasi dialektik modal, kekuasaan dan kebudayaan juga memungkinkan para cendekiawan memanfaat kekuasaan dan modal kultural yang dimilikinya untuk mentransformasikan kekuasaan dan modal menjadi penopang budaya kritis dalam sebuah arena “perang tanding wacana”.
Buku ini sangat menarik karena memperlihatkan pergulatan dan pertarungan riil cendekiawan dan intelektual dalam relasinya dengan modal, kekuasaan dan kebudayaan, serta konsekuensi selanjutnya dari wacana yang dibangun dalam memproduksi modal, kekuasaan dan kebudayaan. []
*Lihat link menarik di sini
*Lihat juga ulasan terhadap buku tersebut oleh Thamrin Amal Tamagola di sini
2 Comments:
Saya usul, gimana kalo presenter bikin makalah pengantar, sekaligus kritik. Oya... sekali-kali 164 juga mendatangkan pembicara ahli. thanks
Subhan, mahasiswa
2:55 PM
Saya usul, gimana kalo presenter bikin makalah pengantar, sekaligus kritik. Oya... sekali-kali 164 juga mendatangkan pembicara ahli. thanks
2:56 PM
Post a Comment
<< Home